Sabtu, 29 Maret 2014

Mendamaikan sains dan agama

Tinjauan Sejarah
Jika kita mencoba untuk flashback sejenak pada masa lalu, mengenai sejarah perdebatan dan perselisihan panjang antara ilmuwan dan agamawan, sains dan doktrin agama, rasanya bukan hal yang mudah untuk mendamaikan sains dan agama.

Sejarah menunjukkan betapa banyak para pemikir, filsuf, dan ilmuwan yang menjadi martir akibat dianggap melawan otoritas keagamaan dengan doktrin agama yang dipegangnya. Perselisihan ini mungkin masih berlanjut sampai sekarang, namun dengan kadar yang tidak terlalu parah seperti dulu.

Nicolaus Copernicus, seorang astronom dan matematikawan, mengejutkan kaum agamawan Eropa dengan mengajukan sebuah pandangan bid'ah tentang alam semesta. Ia mengajukan konsep heliosentris, dimana pusat tata surya bukanlah bumi melainkan matahari, menjungkal doktrin geosentris yang dipegang oleh agamawan dan otoritas gereja saat itu. 



 nicolaus copernicus 


17 tahun kemudian, Galileo Galilei diinkuisisi oleh pihak gereja dengan hukuman seumur hidup karena dianggap menafsirkan injil dengan gagasan yang "sesat", yaitu gagasan heliosentrisnya. 





Galileo Galilei masih beruntung karena hanya mendapatkan hukuman seumur hidup. 30th sebelumnya, seorang ahli filsafat Giordano Bruno juga dianggap "sesat" dan dieksekusi mati dengan kejam. Pembangkang itu dihukum bakar. Sesaat setelah eksekusi itu, kardinal Bellarmino mengatakan :


"Dengan KEKUATAN, telah kutaklukkan OTAK mereka yang angkuh" 

Benar-benar sebuah kemenangan yang keras!

Dua abad kemudian muncul lagi seorang yang oleh agamawan disebut sebagai ahli bid’ah dan pembangkang agama. Charles Darwin dengan gagasannya tentang asal usul kehidupan manusia. Ia mengajukan konsep evolusi yang dituangkan dalam karyanya berjudul “On the origin of species”, yang juga dianggap melawan doktrin penciptaan oleh Gereja. 

Kaum agamawan jelas tanpa ampun dan tidak memberikan sedikit ruangpun pada gagasan tentang evolusi ini. Ini menambah deretan panjang perselisihan antara sains dan agama.

Perselisihan antara Ilmuwan dan gereja (agamawan) nampaknya tidak hanya terjadi di Eropa saat itu. Beberapa abad sebelumnya, kaum agamawan Islam juga melakukan hal yang serupa pada para pemikir, filsuf, dan Ilmuwan muslim. Para ilmuwan muslim yang telah menyalakan api ilmu pengetahuan dan teknologi serta menyumbang kemajuan peradaban Islam, akhirnya terdepak juga. 


Dengan berbagai tuduhan, mulai dari ahli bid’ah, sesat, sampai kafir, mereka mengalami pengucilan hingga pemusnahan. Ini menjadi titik kejumudan dan meredupnya peradaban Islam saat itu hingga sekarang.

Al Kindi, mengalami siksaan fisik yg kejam akibat tuduhan para ulama pada saat itu yang menuduh ilmuwan tersebut menyebarkan pemikiran-pemikiran yang berbahaya. Al Kindi dan para filsuf lain dianggap sebagai otak di belakang masa liberalisme Islam. 

Al Kindi tidak sendirian, ilmuwan lain Al Razi juga mendapat perlakuan serupa meski tidak separah Al Kindi. Pemikiran-pemikirannya yang tidak biasa menjadikan dirinya tidak disenangi oleh kebanyakan kaum muslim. 

Ibnu Rusyd, yg dikenal dengan averroes di Eropa, mengalami nasib yang tak jauh beda. Kali ini bukan hanya dimusuhi kaum muslim, namun juga oleh gereja. Ilmuwan yang juga hakim pada masa pemerintahan khalifah Abu Ya’qub ini mengalami pemboikotan atas seluruh karya ilmiahnya hingga akhir hayat





Kecaman dan julukan sebagai barbar bodoh hingga anjuran atas kematian juga dialami oleh Ibnu Khaldun, Ilmuwan asal Yaman. Ia dituduh sebagai seorang ambisius yang menyamar sebagai muslim. 

Copernicus mengatakan dalam karya terobosannya yang berjudul On the Revolutions of the Heavenly Spheres (mengenai perputaran bola-bola langit) yang diterbitkan pada tahun 1543 :

“Ada beberapa 'pembual' yang berupaya mengkritik karya saya, padahal mereka sama sekali tidak tahu matematika, dan dengan tanpa malu menyimpangkan makna beberapa ayat dari Tulisan-Tulisan Kudus agar cocok dengan tujuan mereka, mereka berani mengecam dan menyerang karya saya; saya tidak khawatir sedikit pun terhadap mereka, bahkan saya akan mencemooh kecaman mereka sebagai tindakan yang gegabah”


Mendamaikan sains dan doktrin agama

sains dan agama memiliki dasar pijakan yg berbeda. Sains berangkat dari keraguan sedang agama berangkat dari keyakinan mutlak. Sains bersifat dinamis sedang keyakinan agama bersifat statis.

Tapi klaim agama sempurna oleh para pemeluknya menjadi "the biggest blunder". Agamawan dan para penganutnya sering mengklaim agamanya sempurna meliputi segala hal, mulai dari politik, ekonomi, sejarah, sampai sains dan teknologi.

Ketika begitu banyak temuan sains yang kontradiktif dengan "agama", agamawan dan para penganutnya marah seolah sains menyerang agama. Padahal tidak, sains hanya mengikuti kemana bukti-bukti empiris mengarah. 


Para agamawan dan penganutnya harus mulai berhenti mengklaim agamanya sempurna yg meliputi segala hal. Agama cukup jadi ruang privat yg mengatur hubungan personal manusia dg Tuhannya.


Hubungan Manusia dan Tuhan